Mamah dan Aa

Semenjak Azkia lahir ada banyak hal yang berubah dalam rutinitas keseharian saya. Pertama saya mulai berangkat dengan sepeda motor, Honda Supra 2001 warna birunya Dinda. Waktu tempuh perjalanan pun berubah drastis, dulu dengan roda empat bisa memakan waktu 1 jam 15 menit bahkan lebih bila macet, maka sekarang waktu tempuh kekantor cukup 40-50 menit saja. Akibatnya berangkat bisa lebih siang dan pulang bisa lebih cepat.

Perubahan kedua adalah bertambahnya warga baru dirumah, si kecil Azkia dan Bu dhe yang membantu menemani. Bu dhe inilah sumber pertolongan utama kami bila harus menangani Azkia yang tiba-tiba rewel, sehingga kami sangat segan dan menghormati si Bu Dhe. Impactnya memang tidak banyak, karena Bu Dhe bukan tipe orang yang rese. Dia hanya minta satu hal: akses ke televisi.

Perubahan jam kerja dan akses ketelevisi ini membuat saya mulai akrab dengan tayangan Mamah dan Aa di Indosiar dilanjutkan dengan Titian Iman di O channel dan terkadang Insert (hehehe bertolak belakang ya) sebelum berangkat ke kantor dan kemudian pulang disambut dengan sinetron-sinetron di SCTV atau RCTI yang sejak jaman intan hingga sekarang tetap konsisten dengan gaya penyajian khas indonesianya.

Salah satu acara yang menurut saya menarik adalah Mamah dan Aa di Indosiar. Formatnya memang pengajian tapi lebih banyak adalah ajang curhat para penelpon ke Mamah Dedeh. Karena acaranya disajikan pagi-pagi lengkap dengan gaya bercanda dari Aa Adel maka acara inilah yang paling banyak saya serap dibandingkan gosip dan sinetron sebagai menu wajib harian televisi saya.