Ramadhan dan satu bulan introspeksi
Ramadhan merupakan bulan yang sangat tepat untuk melakukan introspeksi, untuk melakukan perubahan. Ramadhan pada dasarnya adalah rem, berhenti, ditandai dengan berhenti makan. Berhenti untuk memikirkan hal-hal yang sifatnya duniawi. Berhenti memikirkan harta, memikirkan pekerjaan, memikirkan keluarga, memikirkan hal-hal dunia, untuk hanya melakukan satu hal saja, hubungan manusia dengan penciptanya, akhir dari kehidupannya di dunia, mengenai kematiannya.
Kalau hidup ada senang, ada susah, maka Ramadhan adalah momentum yang tepat untuk mengakar, menjadikan fondasi bahwa segala sesuatu adalah ketetapan, yang tidak bisa ditolak, tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Kesempatan untuk bangkit kembali, karena tugas manusia hanyalah berusaha dan berusaha saja.
Buat saya, saya kembali menyadari bahwa ketakutan akan kematian adalah hal yang sangat wajar. Meskipun proses kematian tersebut dilakukan dengan mekanisme yang sangat canggih, orang sangat takut dengan kematian dan berusaha memundurkannya meski hanya dalam hitungan detik saja. Saya teringat nenek saya yang mungkin sudah sekitar 10 tahun hidup ditinggal meninggal suaminya. Menjelang kematiannya ia tidak lagi punya harta, tidak lagi punya keluarga, grumpy sepanjang harinya, diusia menjelang 70 tahun.
Sebenarnya, melihat kondisi seperti ini saya menjadi bertanya-tanya. Perlukah kita mendefinisikan kembali hidup ini? Saya tidak tahu, tapi kalau melihat semangat ramadhan, saya melihat bahwa yang terpenting adalah kita belajar untuk pasrah. Kalau melihat apa yang terjadi di 2018, sebenarnya tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain melakukan aktivitas fisik. Berhenti untuk diam, berhenti untuk tidak melakukan hal-hal negatif. Menarik.
Tinggalkan Balasan