Anjar Priandoyo

Catatan Setiap Hari

Analisa Sinar Mas Telecom versi Wartaekonomi

with 17 comments

Permintaan dari seorang rekan untuk reposting analisa tentang Sinar Mas Telecom dari Wartaekonomi.

————————
Sumber: Warta Ekonomi, Kamis 22 Maret 2007
Gagal membeli Fren, kini Grup Sinar Mas meracik bisnis telekomunikasinya lewat Sinar Mas Telecom. Semua rencana disusun secara “gerilya” agar tak terendus para pesaing. Primasel akan jadi kendaraan utama meraup pangsa pasar.

Bangunan tiga lantai berwarna putih yang terletak di Jl. Haji Agus Salim, kawasan Sabang, Jakarta Pusat, itu tampak “tenggelam” di sela-sela bangunan lain yang kebanyakan merupakan restoran dan toko pakaian. Di gedung berpagar hitam, tanpa papan nama, itulah diam-diam Sinar Mas mematangkan proses kelahiran divisi telekomunikasinya: Sinar Mas Telecom.

Meski belum beroperasi, para petinggi Sinar Mas Telecom, seperti Anastacio “Boy” Martirez dan Djoko Tata Ibrahim, yang masing-masing menjabat sebagai CEO dan deputi CEO, kerap menggelar rapat rutin di sana. Bahkan, Djoko harus mondar-mandir di dua kantor karena ia juga menjabat direktur PT Indoprima Mikroselindo (Primasel), operator telekomunikasi baru yang mengantongi izin lisensi sebagai operator selular CDMA2000 1X EV-DO. Di sela-sela rapat, Djoko masih harus mewawancarai beberapa calon eksekutif level menengah untuk kebutuhan operasional di kantor yang masih dalam tahap penyelesaian ini.

Primasel memang “kerabat” dekat Sinar Mas Telecom. Perusahaan ini merupakan hasil merger antara PT Wireless Indonesia (WIN), milik Sinar Mas, dan Primasel, perusahaan asal Surabaya yang mengantongi lisensi operator selular CDMA. “Kami dipaksa merger oleh pemerintah. Nanti WIN tak ada lagi, cuma ada Primasel,” ungkap sebuah sumber di Sinar Mas. Namun, Ubaidillah Fatah, direktur Primasel, menukas. Kata dia, justru WIN masuk ke Primasel sebagai salah satu pemegang saham, bukan merger.

Sesungguhnya, masuknya WIN ke Primasel adalah anjuran pemerintah. Sebab, lisensi komunikasi data milik WIN yang berada di jalur frekuensi 3G tergusur saat ditertibkan dan, karenanya, harus dikembalikan ke pemerintah. Nah, saat itulah WIN diminta bergabung ke Primasel jika ingin tetap bermain di bisnis ini. “Kebetulan pemilik Primasel setuju. Tetapi, saya tidak tahu persis berapa jumlah sahamnya,” ungkap Ubaidillah.

Menurut Heru Sutadi, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), operator kecil semacam Primasel memang sangat dianjurkan melakukan konsolidasi demi mendapatkan modal yang cukup untuk bersaing. “Bergabungnya WIN dan Primasel merupakan win-win solution karena keduanya saling berkontribusi satu sama lain,” tambah Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, anggota Dewan Pengurus Harian Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Apalagi, sebelumnya, Sinar Mas gagal membeli saham PT Mobile-8 Telecom, operator Fren. Pangkalnya adalah soal ketidaksepakatan atas harga harga saham dengan pemilik Mobile-8. Padahal, pihak Sinar Mas sudah membentuk konsorsium bersama dengan investor dari Korea Selatan, Cina, dan AS. Bahkan, pihak Sinar Mas pun sempat sesumbar bahwa Fren tak bakal dilebur ke dalam WIN, yang kala itu masih memegang lisensi komunikasi data.

Namun, ambisi Sinar Mas untuk ikut mencebur ke bisnis telekomunikasi tak ikut terkubur hanya lantaran gagal membeli saham Fren. Sinar Mas hanya perlu bersabar untuk mewujudkan ambisinya.

Sampai saat ini Primasel memang sudah dua kali menunda peluncuran produknya. Molor dari rencana semula, Desember 2006, kali ini pun target Primasel untuk meluncurkan produk pada Maret bakal gagal lagi karena sejumlah persiapan belum juga usai. Urusan infrastruktur, uji layak operasi (ULO), hingga SDM masih belum beres. Meski begitu, Ubaidillah optimistis Juni tahun ini peluncuran produk telekomunikasi Primasel, yang mengusung teknologi CDMA2000 1X EV-DO, bakal terealisasi. Sebagai operator selular CDMA, Primasel bakal siap bersanding dengan Esia.

Ketat di CDMA
Saat ini persaingan antara sesama pemain telekomunikasi selular makin ketat. Telkomsel, yang masih memimpin dengan 34,5 juta pelanggan, jelas lawan yang tangguh bagi para pesaingnya. Demikian pula Indosat (16,5 juta) dan PT Excelcomindo Pratama/XL (9,5 juta). Ini di jalur GSM.

Sementara di jalur CDMA, pemain seperti Telkom dengan TelkomFlexi-nya, Indosat (StarOne), Bakrie (Esia), dan Mobile-8 (Fren) juga bukan lawan yang enteng buat Primasel. Bahkan, Fren dipastikan bakal jadi pesaing utama produk Primasel, karena sama-sama mengusung teknologi selular CDMA2000 1X EV-DO. Bedanya, Fren bermain di frekuensi 800 MHz, sedangkan Primasel di 1900 MHz. “Kami memang menjadi satu-satunya pemain yang bermain di frekuensi 1900 MHz,” ungkap Ubaidillah.

Di pasar, Fren sempat tersendat-sendat meski sudah meluncur di pasar sejak empat tahun lalu dan berhasil menggaet 1,9 juta pelanggan hingga Desember 2006. Sementara itu, Esia milik Grup Bakrie berhasil mengejar ketinggalan dengan perolehan 1,5 juta pelanggan pada tahun yang sama. Malah, tahun ini PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEl), sebagai pemilik Esia, akan menempatkan modal US$220 juta (Rp2 triliun) untuk mendongkrak jumlah pelanggannya menjadi 3,6 juta. Caranya, dengan melipatgandakan jumlah base transceiver station (BTS)-nya dari 400 unit menjadi 800 unit untuk menjangkau wilayah yang lebih luas lagi dari sekadar 17 kota di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Mereka akan masuk ke Surabaya, Medan, Semarang, dan DI Yogyakarta.

Primasel akan masuk ke pasar telepon bertarif murah lewat teknologi CDMA. Seperti diungkap Ubaidillah, potensi pasar di segmen ini memang masih melimpah ruah. Bayangkan, saat ini pelanggan telepon bergerak sudah mencapai 62,8 juta—bandingkan dengan telepon tetap yang hanya 8,6 juta. Sementara itu, pengguna CDMA baru mencapai 7,8 juta pelanggan.

Untuk tahun ini, Primasel menargetkan perolehan 500.000–600.000 pelanggan. Menurut Mas Wigrantoro, itu bisa dicapai apabila Primasel mau melakukan interkoneksi dengan operator lain. Katanya, ”Interkoneksi itu gampang diucapkan, tetapi susah dilaksanakan.”

Selain soal interkoneksi, masih ada lima hal lain yang mesti dimiliki Primasel untuk bisa bermain sebagai operator baru di pasar, yaitu teknologi, modal, manajemen yang baik, initial market untuk memulai, dan pemahaman akan regulasi. Saat ini, lanjut Mas Wigrantoro, Sinar Mas punya modal, teknologi, dan manajemen yang berpengalaman. Itu karena mereka memakai ekspatriat dari Filipina dan Amerika Serikat. “Tetapi, paham regulasi dan bisa diterima operator lain, ini masih menjadi persoalan,” katanya.

Belum lagi urusan ketersediaan ponsel untuk frekuensi 1900 MHz. Menurut Erik Meijer, wakil dirut BTEL, hingga kini jumlah ponsel yang sanggup di frekuensi itu masih sangat sedikit. Jadi, katanya, ini akan menjadi salah satu kendala bagi Primasel. “Tetapi, saya yakin mereka memiliki solusinya,” ungkap Erik.

Hal itu dibenarkan Ubaidillah. Tegasnya, tidak akan ada masalah dengan ponsel untuk frekuensi 1900 MHz. Pasalnya, kata dia, meski menjadi satu-satunya penyedia di layanan 1900 MHz di Indonesia, toh Primasel bukan satu-satunya penyedia layanan yang sama di dunia.

Berburu BTS
Meski punya modal besar, langkah Sinar Mas membangun jaringan infrastruktur Primasel ternyata kurang mulus. Meski pada awalnya sempat mematok rencana pembangunan 400 BTS, dan memasang target pembangunan 100 BTS hingga akhir Desember 2006, sebuah sumber yang dekat dengan lingkungan bisnis telekomunikasi Sinar Mas memastikan bahwa jumlah BTS yang siap dioperasikan baru puluhan unit saja. Itu pun masih di sekitar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Sampai akhir Februari ini, lanjut sumber tadi, baru belasan unit BTS yang siap on air. Jadi, tegas dia, kalaupun harus mengejar peluncuran produk pada Maret tahun ini, paling-paling baru belasan BTS saja yang siap meng-cover pelanggan di Jakarta dan sekitarnya.

Meski tak mau menyebut jumlah BTS yang sudah siap saat ini, Ubaidillah memastikan pada saat peluncuran produk Primasel Mei atau Juni mendatang, jumlah BTS yang ada sudah mencapai 300–350 unit. Bahkan dia menambahkan, pada saat peluncuran nanti, wilayah yang bisa dijangkau Primasel adalah Jabodetabek, Bandung, Malang, hingga Surabaya. “Jakarta dan Surabaya bisalah ter-cover 75%-nya,” kata dia. Adapun untuk Bandung, nantinya cuma 20%–30%. Namun, sumber Warta Ekonomi meragukan kemampuan Primasel untuk bisa menyediakan BTS sebanyak itu.

Heru Sutadi mengungkapkan, hingga kini, dalam catatan BRTI, Primasel memang telah mengajukan uji layak operasi (ULO) di beberapa daerah, seraya menyebut 200 BTS yang sudah disiapkan Primasel. “Kemungkinan akhir Februari,” katanya. Namun, menurut Heru, yang kelihatannya paling siap adalah di Jakarta. Heru berharap pihak Primasel tak lagi mengulur waktu untuk segera memberikan layanan ke hadapan publik.

Sumber Warta Ekonomi di Sinar Mas pun tak membantah bahwa hingga kini pihak kelompok usaha itu masih terus “berburu” BTS. Bahkan, ia pun mengangguk setuju saat disebutkan bahwa jumlah BTS untuk produk Primasel baru berjumlah belasan. Dia menambahkan, peluncuran produk, bagaimanapun, bakal dilakukan paling lambat Juni tahun ini.

Sebenarnya, salah satu ganjalan buat membangun BTS adalah keinginan pihak Sinar Mas Telecom untuk memiliki lahan dan tower BTS sendiri, alias bukan menyewa. “Mereka mau lahan BTS jadi aset perusahaan dan bukan tanah sewaan,” ungkap sumber tadi. Pasalnya, selama ini pembiayaan untuk pembangunan BTS Primasel didanai oleh pihak Sinar Mas, yakni lewat PT Dian Swastatika Sentosa (DSS). Nah, pihak Dian Swastatika tentu mengharapkan jaminan. Salah satunya, ya lewat tanah yang menjadi lokasi BTS tadi.

Celakanya, tak seluruh pemilik lahan merelakan tanahnya dibeli oleh pihak Sinar Mas. Belum lagi, kian hari kompensasi yang diminta para pemilik lahan pun kian melambung tinggi. Bahkan, saat ini sejumlah pemerintah daerah mengutip biaya izin mendirikan bangunan (IMB) yang berbanding lurus dengan tinggi tower. “Makin tinggi, makin mahal,” ungkap sumber itu.

Heru Sutadi pun tak memungkiri bahwa pembangunan BTS kini tak mudah lagi. Sebab, kini tak sedikit pemda yang mulai mengutip biaya IMB untuk tower BTS dan masyarakat yang meminta kompensasi terlalu tinggi kepada pihak operator. Alhasil, kini urusan perizinan dan infrastruktur pun menjadi kendala besar bagi sejumlah operator, termasuk Primasel. Padahal, jika mau, pihak Primasel bisa saja ikut menumpang kepada operator lain yang kini sudah memiliki BTS agar bisa segera memberikan layanan kepada konsumen. Akan tetapi, lagi-lagi, lanjut sumber tadi, Sinar Mas tampaknya ingin menempatkan BTS sebagai aset yang akan disewakan kepada operator lain pada saatnya nanti.

Langkanya SDM
Bukan cuma urusan infrastruktur, SDM pun menjadi kendala bagi Sinar Mas Telecom. Kelangkaan SDM bidang telekomunikasi di Indonesia memang bukan rahasia lagi. BTEL terpaksa membajak Erik Meijer dari Telkomsel dan M. Buldansyah dari XL. Dan, XL meminang Hasnul Suhaimi, eks dirut Indosat, untuk memimpin ekspansi bisnisnya.

Nah, di Primasel saat ini ada nama Soetikno Wijaya dari WIN, yang track record-nya kurang dikenali para pesaingnya. Nama Djoko Tata Ibrahim pun lebih dikenal sebagai eksekutif bidang distribusi ketimbang sektor telekomunikasi. Hanya Ubaidillah yang “orang lama”. Dia merupakan wakil PT Inti, yang sempat memiliki saham di Primasel.

Kelangkaan SDM itulah yang membuat pemilik Sinar Mas merasa perlu menggaet Anastacio “Boy” Martirez dan Alex O. Caeg, ekspatriat asal Filipina, untuk ditempatkan sebagai CEO dan Chief of Marketing di Sinar Mas Telecom. Merekalah yang akan menggodok cetak biru bisnis telekomunikasi Sinar Mas. Alex O. Caeg disebut-sebut sempat bergabung dengan Mobile-8.

Di level manajer, kondisinya tak jauh berbeda. Meski sudah berulang kali membajak jajaran eksekutif menengah dari perusahaan pesaing, sebagian dari mereka agaknya tak mampu bertahan lama. Bahkan, di beberapa milis, nama Sinar Mas Telecom sempat disebut-sebut sebagai tak sebesar nama Sinar Mas.

Sumber Warta Ekonomi di atas pun membenarkan hal itu. Ia mencontohkan pembangunan BTS. Primasel ternyata tak bisa memberikan mapping koordinat kepada para kontraktornya. Padahal, biasanya, operator lain sudah menyiapkan titik koordinat yang akan memudahkan pihak kontraktor mencari lahan yang pas untuk tower BTS. “Ini karena unit litbang mereka terus bergerak mencari sinyal yang bagus setiap harinya,” kata dia. Sementara itu, Primasel kelihatannya kedodoran dalam urusan ini.

Cerahkah?
Lalu, bagaimanakah dengan seluruh kinerja tadi, bagaimana prospek Primasel, termasuk Sinar Mas Telecom, di bisnis telekomunikasi Tanah Air? Selalu ada peluang karena potensi pasarnya memang masih sangat besar. Pengguna ponsel, misalnya, yang tahun ini bakal naik menjadi 80 juta—dengan porsi CDMA baru mencapai kurang dari 10%-nya dibanding GSM.

Dukungan modal dan jaringan bisnis Sinar Mas, yang bergerak dalam berbagai bidang usaha—properti, jasa keuangan, hingga agrobisnis—jelas akan menentukan. Hanya soalnya, seriuskah Sinar Mas dengan bisnis barunya? Menurut Ubaidillah, Sinar Mas selalu menggarap setiap usahanya dengan komitmen tinggi. “Ini termasuk bisnis telekomunikasi,” tandasnya.

Kalau begitu, tegas Heru Sutadi, Sinar Mas Telecom mesti berjuang keras, karena beberapa operator, seperti Telkomsel, Indosat, atau XL, sudah sangat mapan. Belum lagi kehadiran konglomerat lainnya, seperti Lippo dan Bakrie, dalam bisnis yang sama bakal memanaskan persaingan.

Berhasilkah Sinas Mas Telecom?

Berhasil karena…
• Memakai teknologi CDMA yang bersuara lebih jernih serta kapasitas data lebih banyak.
• Satu-satunya yang bermain di frekuensi 1900 MHz.
• Dukungan dana Grup Sinar Mas, yang juga menjadi potensi pasar apabila dapat disinergikan.
• Mendapatkan handset CDMA yang mampu mendukung fitur-fiturnya, tetapi dengan harga yang tidak terlalu mahal.
• Mampu menyinergikan telekomunikasi dan distribusi dalam sebuah tim yang tangguh.
• Mampu berinterkoneksi dengan operator lainnya.

Gagal karena…
• Manajemen gado-gado antara Sinar Mas dan Primasel, antara lokal dan asing berpotensi konflik.
• Jika hanya mengandalkan voice, akan kalah bersaing dengan TelkomFlexi dan Esia.
• Rencana peluncuran produk yang molor membuat investasi membengkak.
• Langkanya SDM level atas yang berpengalaman, dan di level menengah ke bawah terjadi ketidakjelasan pekerjaan dan sistem penggajian.
• Ditolak operator lain sehingga sulit melakukan interkoneksi satu sama lain.
Sumber: Diolah dari wawancara.

GENUK CHRISTIASTUTI, EVI RATNASARI, MUDJIONO, DAN PRAYOGO P. HARTO

Written by Anjar Priandoyo

April 18, 2007 pada 6:09 am

Ditulis dalam Business

17 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. wah thx banget buat info nya nih..
    pengen juga sih kerja di perusahaan yg bergerak dalam bidang telekomunikasi…
    bisa lah yah lulusan manajemen nih gawe di sono? abis jangan2 nyari nya yg lulusan elektro doang.. :|
    sempet juga sih aku kirim lamaran pas kluar pengumumannya di kompas dulu, tapi sampe skrg gak ada follow up nya..
    :(

    ntar lah aku coba lagi..

    orido

    April 18, 2007 at 8:43 am

  2. klu ngomongin masalah persaingan operator selullar ini… bener2 persaingan ketat toeh…
    saya sendiri sebagai tenaga merchandiser NOKIA, terasa tersaingi masalah brand image dipasaran…
    segala cara mereka (operator sel) lakukan untuk mendongkrak brand image-nya, nilai value yg di tawarkan sampai exibition/evant di lakukan… tp tetap… pasti yg namanya pemain baru nemuin cara untuk mencari pasar-nya…
    goodluck sinarmas telecom…

    abdu

    April 18, 2007 at 5:19 pm

  3. Banyak yang gak bener dari artikel ini, gue ampe beli majalah nya. Walopun ada beberapa fakta yang bener juga. Liat ulasan gue yang di subject “Perlukah apply ke Sinar Mas Telecom?” di blog ini juga.

    PositiveThinker

    April 25, 2007 at 2:28 am

  4. waduh..
    puyeng deh daku..

    gw dah proses tinggal ke HRD neh + medical checkup
    gimana neh career plan ku..

    di bagian marketing mungkin gapapa kali yee.. :) (selama gaji sesuai permintaan)

    btw di sana gaji gross or gimana yah ?

    om positiveThinker kasih bocoran donk..

    thanks

    etoh

    Mei 1, 2007 at 6:18 pm

  5. haloo..om PositiveThinker posting donk..ak jg mo tny2 lg nihh…

    fy'z

    Mei 22, 2007 at 9:33 am

  6. kalo ada yang salah yang mana?kalo sinarmas telecom bisa melihat pangsa pasar n tau kondisi yang dibutuhkan masyarakat, tentu akan tetap survive. Tau ga telkomsel bisa merajai pasar karena apa?mereka punya infrastruktur yang lengkap.meskipun kecenderungan di jakarta sendiri ni kabarnya konsumen mudanya banyak yang pake XL ataupun indosat, tetapi Tsel tetap menang komulatif didaerah. begitu juga dengan CDMA yg dikuasai FLEXI, karena infrastrukturnya yang lebih memadai.Dengan bermain di 1900 (tidak serperti yang laen)pun ST belum tentu dpt mengambil porsi pasar CMDA khususnya jika tidak ada terobosan layanan baru yang ditawarkan.Tapi gw yakin peluang tetap ada dengan porsi kue pasar bisnis telekomunikasi di indonesia maslahnya gw tinggal nunggu hasil medical testnya sich. Ayo maju Sinar mas telecom. Aku siap berjuang…..!!

    diq

    Juli 1, 2007 at 7:42 am

  7. mai duonnkk ikutan apply,,btw dialamatkan kemana ya application letternya?thanks for the info..

    kayla

    Juli 29, 2007 at 12:15 pm

  8. wah..wah .. kayaknya pada ngebet “hijrah ” ke bidang telekomunikasi nih … mau donk :)

    pay

    Juli 31, 2007 at 4:02 am

  9. :-)
    Sepakat dgn positive thinker, soal akurasi berita;-)

    Salam Indah,

    "SMART"

    September 12, 2007 at 5:34 am

  10. om positive thinker kayanya sinar mas akan jd saingan yg berat nih buat operator cdma yg ada diindonesia, kira2 ada lowongan ga buat saya ? saya mo cb ikut nyumbang ide nih…itu kl diterima jd karyawan sinar mas…kl ada low tlg dikirim ke email saya ya….thanx…ditunggu..

    fedry

    September 24, 2007 at 7:20 am

  11. @fedry
    Berat sekali jika tidak ada perubahan strategi, melawan “masive dari existing network dan subcribers based” melawan 2G XL/TSEL/ISAT yang hanya top up 3G WCDMA (1900MHz) di existing-nya.
    Yang tepat adalah (almarhum JARLOKTAP WIN Limited Mobility) beralih ke 800MHz, bukan ke Cellular, bareng2 migrasi bersama dgn Flexy/TELKOM, STAR/INDOSAT – 2G FWA (JARLOKTAP + Limited Mobility), dimana masing2 jaringan masih peng-awal-an ke 800MHz.
    Dan upgrade License ke FWA di 800MHz. Nah main di product & services low end, bersaing di 2G FWA thdp esia, starone, flexy, fren. Mengapa?
    1. Biaya BHP Frek: FWA<2G<3G = 1 : 2 : 7
    2. Investasi BTS/Coverage: 1:2:4 = 450:800/900:1900MHz
    Mau analisa lebih lanjut?
    Kompetisi bisnis Cellular 3G tanpa basic jaringan 3G?
    Mungkin ada exit strategi di depan mata;-)
    Group besar slalu punya strategi dimana publik mungkin awam.
    Selamat
    Cheers,

    PoPCorn

    Maret 15, 2008 at 10:59 am

  12. —yah—barangkali sdh saat nya berembug semua operator telekomunikasi di atas, untuk mulai menghemat biaya investasi – menguntungkan vendor saja? – dengan yg sedang rame berhemat-hemat valuta-asing pergi keluar, hemat opec juga.

    -Menara Bersama:-)
    -BTS Bersama:-)

    -3G

    3G

    Maret 18, 2008 at 10:22 am

  13. temen gue ada yg di simas katanya sih saat ini oke aja tuh

    maem

    April 4, 2008 at 6:18 am

  14. :-) Keren abis (-:

    PoPCorn

    April 10, 2008 at 3:15 pm

  15. Dari sumber yang bisa dipercaya,
    ada permintaan pembayaran BHP Frek-nya dicicil selama 10tahun?

    Emang di kasih ama Juragan Pancasila?

    -pemantau

    'KiKil'

    April 12, 2008 at 12:02 pm

  16. CDMA2000 1xEVDO; 3xEVDO; 5xEVDO; 7xEVDO
    yang berkerja di frekuensi:
    450MHz; 800MHz; 1900MHz
    adalah 3G3,5G
    tergantung jumlah cxr freq yang digunakan;-)

    Cheers

    "Bread&Butter"

    April 17, 2008 at 9:00 am

  17. Moga2 aja layanannya bagus ya sob..

    rina

    Maret 19, 2012 at 3:59 am


Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.