Anjar Priandoyo

Catatan Setiap Hari

Mencari Islam

leave a comment »

Kenapa ibu itu miskin? adalah salah satu contoh pertanyaan sosiologis yang tidak mudah mencari jawabannya. Tergantung dari sudut pandang mana, dibandingkan dengan siapa, pada tingkat skala apa. Ini pertanyaan kompleks dan bisa jadi tendensius, tergantung dari konteks dan mau dibawa kemana pertanyaan tersebut. Ini juga sama seperti “menurut kamu islam itu apa”. Ini pertanyaan yang sama kompleksnya, tergantung konteks, tergantung dengan siapa berbicara.

Namun, saya melihat bahwa Islam itu sama seperti bermain musik, sama seperti bermain gitar. Perlu dilatih secara terus menerus, perlu ditemukan gaya dan karakternya, dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Sama seperti musik yang kompleks, beragama -seperti Islam juga sangat kompleks. Disatu sisi berfungsi sebagai fondasi berpikir, disisi lain berfungsi sebagai perekat sosial.

Ini mengingatkan saya pada suatu periode sama merasa kecewa, merasa gagal. Usaha saya hampir lima tahun rasanya menjadi sia-sia. Belum lagi ditambah ketakutan bahwa setelahnya saya akan menjalani kehidupan yang berat. Ini periode ketika saya baru selesai viva PhD. Pertolongan pertamanya ya Islam. Pulang ke Bintaro, tempat yang pertamakali dikunjungi, awal-awal dikunjungi adalah masjid. Islam ini terlalu powerful untuk disimplifikasi sekedar pergi ke pengajian atau mengikuti sholat berjamaah.

Islam menurut saya multi fungsi. Ia bisa berfungsi sebagai perekat sistem sosial. Bagaimana menemui orang tua setahun sekali adalah perintah agama untuk memuliakan orangtua. Dimana dalam satu tahun sekali, biaya terbesar adalah biaya pulang kampung, biaya beragama. Seumur hidup orang, biaya terbesar adalah biaya naik haji, biaya beragama. Menikah separuh agama. Surga dibawah telapak kaki ibu -termasuk berbakti kepada orang tua. Agama -terutama Islam mengajarkan pentingnya menuntut ilmu. Mengajarkan pentingnya hidup sehat -melalui puasa.

Namun ber-Islam, sebagaimana aktivitas hidup lainnya, sebagaimana sebuah pandangan hidup -e.g dibandingkan modernisasi misalnya, tidak lah murah. Ber-Islam itu sangat mahal. Untuk rutin sholat subuh berjamaah, meski itu di masjid seberang rumah tidaklah murah. Sebagaimana bermusik yang mahal, biaya yang tidak murah itu pada akhirnya untuk menentukan, untuk menemukan gaya dan karakter Islam yang paling pas. Makanya dibutuhkan waktu lama dan usaha panjang yang tidak mudah, sampai akhirnya gaya itu ditemukan.

Sebagai contoh, menemukan pola lari yang tepat, sama seperti menemukan pola puasa yang tepat. Menemukan pola sholat magrib yang tepat juga sama sulitnya seperti menemukan pola gaya bermain musik yang tepat. Saya tidak membayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada Islam di Cirebon -bagaimana dampaknya dengan bapak saya misalnya. Berislam itu tidak muda, perlu latihan, perlu eksplorasi dan jangan pernah memandang sebelah mata pada orang yang berusaha mencari.

396 kata di Yamaha Bintaro saat adzan ashar berkumandang

Written by Anjar Priandoyo

Mei 10, 2024 pada 3:19 pm

Ditulis dalam Life

Tagged with , ,

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.